Halaman

Glitter Text

Jumat, 31 Agustus 2012

Winter's Holliday




Sora Jane, itulah namaku. Berkebangsaan Indonesia telah melekat didalam diriku sejak lahir. Berkulit putih, memiliki mata sipit, berhidung mancung, bertubuh ideal, dan berwajah Oriental. 2 tahun sudah aku berada di Seoul, ibukota Korea Selatan. Tinggal sendiri di sebuah apartemen yang terletak di tengah kota, itulah keseharianku. Sebenarnya beberapa keluargaku juga tinggal di Korea Selatan, namun mereka kebanyakan tinggal di daerah Mokpo (sebuah kota kecil di Korea Selatan) dan jaraknya sangat jauh dari kampusku. Sebenarnya, aku juga termasuk dalam garis keluarga Korea, tetapi sejak kecil aku tidak pernah pergi ke Korea. Aku seorang mahasiswi di Universitas Inha, Seoul. Dengan kerja keras yang selama ini mengikat ditubuhku, aku akhirnya mendapatkan beasiswa untuk menggali ilmu disana.
Musim salju yang turun sejak bulan lalu, membuat pemandangan menjadi serba putih. Dinginnya udara pagi hari yang sangat menusuk tulang rusukku, membuatku enggan beranjak dari tempat tidur. Aku terus tidur memakai jaket hangat didalam hangatnya selimut tebal kesayanganku. Padahal jam dinding telah menunjukkan pukul 04.00 waktu setempat. Dengan tubuh diselimuti jaket hangat, aku beranjak dari tempat tidurku. Hari ini hari terakhir aku berada di Korea. Karena untuk 3 bulan kedepan, kampusku ditutup (Libur musim dingin). Aku segera mempersiapkan barang bawaanku untuk di ekspor ke Indonesia.
Pukul 06.00, aku berangkat menuju Bandara Internasional Incheon dengan taxi khusus. 2 jam perjalanan kutempuh untuk menuju bandara. Kebetulan, jam keberangkatan menuju Tanah Air pukul 09.00. Perjalanan menuju Indonesia memakan waktu 2 jam. Sambil menunggu kedatangan pesawat terbang, aku memainkan BlackBerry Torch warna hitam. Dengan asyiknya aku ber-BBM ria dengan teman-temanku, dan aku menuis sebuah status “The Holidays was coming. Those are my lovely time. I’m very Happy. Mom, Dad, and all my family, I comeback ^_^” . Artinya kurang lebih “Libur telah tiba.. Ini adalah waktu kesayanganku. Aku sangat senang. Mama, Papa, dan semua keluargaku, aku kembali ^_^”
Satu jam menunggu dengan penat, akhirnya pesawat yang mengangkutku menuju Indonesia tiba. Dengan segera aku, masuk kedalam pesawat dan mencari tempat duduk yang sangat nyaman. Para Pramugara dan Pramugari yang keren, telah menyambutku dengan senyum yang ramah. Dalam hati aku memikirkan saat bertemu dengan segenap keluargaku di Indonesia. Karena sudah 2 tahun terakhir, aku tidak pernah kembali ke Indonesia.
Pukul 10.00 WIB pesawat telah landing di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta. Aku segera turun dari pesawat. Dalam hatiku berkata “Akhirnya, aku bisa menginjakkan kakiku di ”Negeri tercinta lagi. Suasananya tak jauh berbeda dengan 2 tahun yang lalu. Uhhh, seneng banget dehhh .” Di bandara, keluargaku sudah menunggu sejak 1 jam yang lalu. Karena tidak sabar bertemu aku lagi, mereka langsung memelukku dan menggiringku menuju mobil pribadi. Rumahku berada di Bandung. Tepatnya di jl. Imam Bonjol. Sesampainya di rumah, aku segera melepas penatku dengan bercerita seluruh pengalamanku selama berada di ”Negeri Gingseng” . Tak lupa, aku juga membawakan oleh-oleh kepada mereka berupa makanan khas Korea ”Kimchi” yang telah difermentasi dan beberapa tas berisi Gingseng.





Perjuangan Bima

Disebuah perkampungan yang sangat kotor, tinggallah seorang anak laki-laki yang bernama Bima . Dia murid Sekolah Menengah Pertama kelas 2. Dia hanya tinggal bersama ayahnya di gubuk yang sudah tak layak untuk ditempati. Ayahnya bekerja sebagai pedagang asongan di jalan raya. Ibu dan kakaknya telah meninggal dunia setelah bencana yang menimpa keluarganya 5 tahun yang lalu. Sebelumnya, mereka hidup sangat berkecukupan. Tapi, semua telah berubah sangat drastis. Sekarang, untuk membiayai sekolahnya ataupun makan sehari-hari terkadang cukup sulit. Baca Selanjutnya…
Setiap pagi, ia harus berkeliling rumah untuk memberikan koran kepada pelanggan-pelanggannya. Setelah itu, baru dia berangkat ke sekolahnya. Dia harus berjalan kaki dari rumah ke sekolah yang berjarak 1 km. Tak jarang ia selalu terlambat masuk kelas, sehingga dia harus menerima hukuman dari guru piket.Bima termasuk anak pintar di sekolahnya. Tetapi, Bima juga sering diejek teman-temannya karena ayahnya hanya seorang pedagang asongan. Bima hanya pasrah menerima kehidupannya sekarang dan sedikitpun tidak marah kepada teman-temannya. Dia tetap rajin belajar, agar cita-citanya untuk menjadi seorang Dokter Spesialis  kelak bisa tercapai. Setelah pulang sekolah, ia juga harus bekerja kembali membantu ayahnya berjualan sampai sore. Wali Kelas Bima yang melihat Bima selalu diejek oleh teman-temannya, merasa iba. Rasanya beliau ingin membantu Bima, tapi Bima selalu menolak apa yang akan diberikannya. Bima hanya tidak ingin merepotkan gurunya hanya karena kasihan melihat ia diejek teman-temannya. Dan ia tidak pernah bercerita kepada ayahnya, bahwa setiap hari ia selalu diejek di sekolah.
Suatu hari saat ia membantu ayahnya berjualan, ia melihat seorang nenek tua yang sedang merintih kelaparan. Ia sangat terharu. Ia mendekat dan bertanya kepada nenek itu. Bima pun meminta izin kepada ayahnya agar nenek itu bisa tinggal bersama mereka untuk sementara. Awalnya ayah Bima marah karena permintaan Bima. Karena mereka juga orang yang miskin. Untuk memenuhi kebutuhannya juga setengah-setengah. Setelah berpikir-pikir, ternyata ayah Bima dengan senang hati menerima nenek tersebut.
1 minggu Bima hidup bersama nenek itu. Bima dan ayahnya sudah menganggap nenek itu seperti keluarga sendiri dan memperlakukan dengan sangat baik. Bahkan setelah kedatangan nenek itu, hidup Bima justru bertambah lebih baik. Nenek yang diasuhnya itu, juga bekerja keras untuk menghidupi mereka bertiga. Bima juga tak sungkan membantu nenek berjualan gorengan keliling kampung.
Suatu hari, nenek Bima mengeluh terasa sakit pada dadanya. Beliau merasa bahwa ajal yang datang menjemputnya hampir dekat. Mendengar perkataan nenek, Bima bertambah sedih. Ia dan ayahnya bekerja keras merawat nenek agar cepat sembuh. Tetapi, mereka tidak bisa membawa nenek ke Rumah Sakit karena mereka tidak mempunyai cukup uang.
 Nahas, 2 minggu kemudian, nenek yang mereka asuh meninggal dunia, karena terkena penyakit Asma. Bima dan ayahnya merasa sangat sedih dan juga merasa berdosa kepada nenek karena mereka tidak bisa merawat neneknya dengan baik. Mereka merawat nenek apa adanya yang mereka punya.
1 bulan setelah nenek meninggal, ada seorang pasangan Pengusaha yang datang ke rumahnya. Setelah ayahnya membukakan pintu dan mempersilahkan tamunya duduk, orang itu ingin bertemu dengan Bima. Kebetulan saat itu Bima sedang membuatkannya minuman. Setelah Bima memberikan minuman itu, ia kaget bahwa tamunya itu adalah Wali Kelasnya sendiri. Ia sangat malu dan sungkan, karena baru kali ini ada Gurunya yang mau menjenguk ke rumahnya. Setelah Wali Kelasnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Bima saat bersekolah, ayah Bima menyadari semua dalam hidupnya.  Beliau hanya pasrah menerima apa yang anaknya derita dan beliau juga salut dengan anaknya yang tak pernah mengeluh dengan kehidupannya saat ini.
Setelah jamuan selesai, Wali Kelas Bima yang kebetulan juga istri dari pengusaha konglomerat, memberikannya hadiah sebuah rumah yang bagus lengkap dengan peralatannya. Dan juga membiayai Bima selama ia sedang bersekolah sampai jenjang yang lebih tinggi. Bima dan ayahnya sangat kaget mendengar ucapan dari tamunya itu. mereka kemudian bersyukur kepada Tuhan dan tak lupa berterimakasih kepada Wali Kelas Bima.
2 Bulan setelah kejadian itu, keluarga Bima dan Wali Kelas Bima saling hidup membantu. Kini kehidupan Bima sangat baik dibandingkan 2 bulan sebelumnya. Tak lupa, ia juga bekerja keras agar cita-citanya kelak bisa tercapai. Teman-teman Bima yang selalu mengejeknya, sekarang tidak pernah lagi. Mereka saling hidup rukun dan tidak ada saling ejek-mengejek diantara mereka.
10 tahun kemudian setelah ia menempuh pendidikan kedokteran, ia telah menjadi Dokter spesialis. Ia medapatkan beasiswa untuk menjadi Dokter spesialis di Australia. Sekarang, ia menjadi orang yang sukses karena kerjakersnya selama ini. Ia mengingat pengorbanan ayahnya yang telah bekerjakeras untuk  menghidupinya. Dan tak lupa ia bersyukur kepada Tuhan yang telah mengabulkan do’a-do’anya selama ini dan kepada Wali Kelasnya yang telah membagikan sebagian hartanya untuk kehidupannya dengan ayah tercinta. Bima pun bangga kepada diri sendiri. Ia juga tidak akan mempunyai sifat sombong kepada sesama. Jika ada yang membutuhkan bantuannya, ia selalu membantunya dengan penuh rasa ikhlas. Ia teringat akan kehidupannya saat ia susah dahulu.
Ia berharap dapat meringankan penderitaan orang-orang yang membutuhkan dan tak lupa  membalas budi kepada keluarga walikelasnya yang telah membantunya saat ia kesusahan dulu .




Nikmat Allah




Saat matahari hendak menyapa bumi yang sudah tua ini
Kicauan burung di dahan pohon telah membangunkanku dari mimpi anehku
Ku membuka mata dan melihat indahnya dunia di pagi hari
Ku merasakan segarnya embun yang menempel di dedaunan
Mensyukuri nikmat Tuhan akan alam semesta ini
Tak lama berkumandanglah Adzan Subuh, membangunkan orang-orang yang lengah
Bergegas aku menuju masjid yang megah
Tak sengaja dalam hatiku berkata “Subhanallah”
Maha Suci Mu Ya Allah
Ku memandangi Rumah Allah yang sangat megah
Ku bersyukur masih bisa mengunjungi Rumah-Mu
Rasa senang, riang dan lain-lain telah memenuhi benakku
Untuk Mu aku akan berdo’a
Cukup satu kalimat ku berkata
Hanya kepada Allah lah aku menyembah



LENYAP

Hatimu putih seputih salju
Sifatmu melebihi lembutnya salju
Auramu selalu menyegarkan jiwaku
Senyummu membekukan hatiku
Mencairkan suasana yang kelam
Tapi, dimalam yang sangat gelap
Hatiku terasa senyap
Selalu aku beranggap
Kau telah pergi lenyap
Meninggalkanku terbang tanpa sayap
Ingin ku mengejarmu lebih jauh
Fikiranku selalu terbayang-bayang wajahmu
Anganku tak bisa lepas darimu
Hatiku hanyalah untukmu






Penantian

Di tengah dinginnya salju yang turun menyapaku
Ku diam termangu memikirkan sesuatu
Ku akan tetap menunggu kedatanganmu
Dan akan tetap mempertahankan posisiku
Duduk terpaku di bawah tower

Berjam-jam aku menunggu untuk kedatanganmu
Tak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya
Ku akan tetap bertahan sampai kau datang menemuiku
Dan mengucapkan  apa yang ingin kudengarkan

Namun, setelah kau datang menemuiku
Mengapa ???
Kau begitu kesal kepadaku, kau sangat marah padaku
Mengapa bukan aku yang harus marah kepadamu ?

Ku tertunduk dan bersabar mendengar ocehanmu
Tak akan kubalas ocehanmu dengan cabai yang pedas
Walaupun kau menyadari, kau lah yang bersalah
Ku tetap memaafkanmu dan menantimu
Menerima hatiku yang terbuka lebar untukmu

Tips menjauhkan diri dari bahaya rokok

Ada beberapa tips / upaya untuk mencegah dan menjauhkan diri pada rokok, antara lain :
1.Pahami ketertarikan yang dapat ditimbulkan oleh rokok.
Terkadang remaja melihat rokok sebagai suatu bentuk pemberontakan atau sebagai cara untuk dapat diterima oleh teman-temannya. Untuk mengetahui lebih jelas ajaklah anak berdiskusi mengenai rokok termasuk pandangannya mengenai rokok tersebut.
2.Katakan tidak pada rokok.
 Mungkin terkadang para orang tua merasa bahwa anak tidak pernah mendengarkan ucapan mereka, tetapi jangan patah semangat. Tetaplah katakan tidak pada rokok & bilang bahwa tindakan tersebut tidak dapat diterima oleh anda.
3.Berikan contoh yang baik.
 Anak biasanya akan meniru tindakan orang terdekatnya, jadi apabila orang tua melarang anaknya untuk merokok, sebaiknya mereka pun juga tidak mengkonsumsi rokok.
4.Rokok bukanlah hal yang keren.
 Tunjukkan pada anak bahwa merokok bukanlah sesuatu hal yang keren atau dapat dibanggakan. Rokok dapat membuat nafas menjadi bau, membuat gigi menjadi kuning, menyebabkan batuk & kehilangan tenaga untuk dapat melakukan aktifitas olahraga ataupun kegiatan lain.
5.Rokok membuang uang.
 Merokok merupakan hal yang mahal. Bantu anak untuk menghitung pengeluaran yang harus dilakukan apabila mengkonsumsi rokok selama seminggu, sebulan ataupun setahun. Bandingkan uang tersebut dengan barang elektronik ataupun barang lain yang dapat diperoleh apabila tidak merokok.
6.Pahami tekanan dari teman sebaya.
 Adanya teman yang merokok dapat mempengaruhi anak. Berikan mereka kepercayaan diri untuk dapat bersosialisasi dengan teman mereka tanpa merokok.
7.Tangani kecanduan akibat rokok dengan serius.
 Banyak remaja yang percaya bahwa mereka dapat berhenti merokok kapanpun mereka mau, tetapi kenyataannya nikotin dapat membuat mereka menjadi kecanduan sama seperti pada orang dewasa.
8.Berikan gambaran mengenai masa depan mereka.
 Anak-anak cenderung percaya bahwa mereka tidak akan terkena dampak buruk dari rokok. Tetapi masalah kesehatan seperti kanker, serangan jantung & stroke sangat beresiko dialami oleh mereka yang merokok. Berilah contoh orang yang anda kenal yang menderita karena rokok.
9.Awasi penggunaan produk bertembakau lainnya
 Banyak jenis produk bertembakau lainnya yang dianggap lebih aman daripada rokok. Tetapi sebenarnya produks tersebut sama saja dengan rokok, dapat menimbulkan ketergantungan serta bahaya kesehatan yang sama.
10.Ikut terlibat secara aktif.
 Aktiflah untuk ikut terlibat dalam kegiatan pencegahan rokok baik di sekolah ataupun lingkungan rumah.
11.     Mantapkan niat untuk segera berhenti merokok
12.     Atur waktunya tidak perlu menunggu bulan depan tetapi kalu bisa sekarang berhentilah sekarang juga
13.     Hindari para perokok terutama teman-teman bergaul yang sering merokok. Bergaulah dengan anak bukan perokok atau sudah berhenti merokok
14.     Buang semua barang-barang yang berhubungan dengan rokok seperti asbak, bekas rokok dan korek api dari kamar atau tas
15.     Sampaikan kepada keluarga bahwa kita berniat berhenti merokok dan minta dukungan mereka semua.
Apabila anak anda sudah terlanjur untuk merokok, jangan mengancam dengan memberi ultimatum untuk berhenti merokok. Sebaiknya dukung dia, cari tahu alasan kenapa mereka merokok kemudian diskusikan mengenai langkah yang dapat diambil untuk membantu mereka berhenti merokok.






Sabtu, 11 Agustus 2012

Super Junior - SorrySorryAnswer




Jujur Adalah Hal yang Baik



Namaku Alliyah Putri Ramadhani, biasa dipanggil Putri. Tetapi, teman-teman banyak yang memanggilku Alliyah. Aku anak ke-2 dari 3 bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki. Dia kelas 2 SMA. Dan seorang adik kecil. Dia berumur 3 tahun. Aku sering mengajak adik kecilku bermain-main. Aku salah satu siswa kelas IV SDN Cemara Kasih 3. Aku juga termasuk anak yang pintar di kelas.
Pukul 05.00 jam bekerku berdering. Tiba-tiba saja aku terbangun karena mendengar suara jam bekerku. Aku pun segera merapikan tempat tidurku. Setelah itu, aku mandi. Selesai mandi, aku sholat Subuh dan mempersiapkan keperluanku untuk sekolah, tak lupa aku sarapan. Pukul 06.45, aku segera berangkat menuju sekolah. Jarak antara rumahku menuju sekolah naik motor kurang lebih membutuhkan waktu 15 menit. Sesampainya di sekolah, bel masuk berbunyi. Aku segera menuju ruang kelasku, yang terletak di lantai 2 sekolahku. Dengan niat bersungguh-sungguh, aku melaksanakan kegiatan belajar di sekolah. Jam pertama, aku mendapat pelajaran Bahasa Indonesia. Guru bernama Bu Ria. Beliau sangat sabar kepada murid-muridnya. Beliau juga jarang marah kepada kami. Materi hari ini adalah membahas tentang "Kejujuran". Dengan sungguh-sungguh aku memperhatikan keterangan dari bu guru tentang materi pada hari itu.
Setelah jam pelajaran Bahasa Indonesia selesai, saatnya istirahat. Aku dan teman-teman keluar kelas. 15 menit aku habiskan untuk bermain bersama teman-temanku. Aku dan teman-temanku segera menuju kantin sekolah untuk membeli beberapa makanan ringan. Sambil menuju kantin, kami saling bercerita satu sama lain. Tiba-tiba saja temanku bernama Dina terjatuh, tersandung batu. Kakinya luka, sedikit mengeluarkan darah. Uang yang ada di saku bajunya ikut terjatuh. Ia merengek kesakitan sambil menangis sebentar menahan rasa sakitnya. Aku dan teman-teman cepat menolongnya untuk berdiri. Kami juga mengajaknya menuju UKS sekolah, tapi Dina menolaknya, karena lukanya hanya ringan. Tanpa sepengetahuan Dina dan teman-teman, Lita diam-diam mengambil beberapa uang Dina. Saat Dina mengambil uang sakunya yang jatuh, tiba-tiba dia berkata , “Kok uangku tinggal Rp 3.000,00 , padahal aku tadi dikasih uang sama ibuku Rp 5.000,00 ”. Dengan jujur, aku dan teman-temanku berkata , “Aku tidak mengambilnya kok. Sungguh”. Dina juga mempercayai kami. Kemudian Caca bertanya ,“Apa kamu tidak salah taruh. Mungkin kamu taruh ditas sebagiannya atau di tepak pensilmu atau ditempat lain?” “Coba kamu ingat dulu, mungkin kamu lupa”, tambahku. Dengan cepat Dina menjawab yakin , “Tidak kok. Aku tidak lupa. Aku menaruhnya di saku bajuku. Aku benar-benar ingat”. Lita yang melihat teman-temannya bingung, segera berkata , “Ya sudahlah. Bagaimana kalau aku meminjamimu uang saja? Agar kamu bisa jajan lebih banyak”. “Tidak usah, aku memakai sisa uangku saja”. Mendengar jawaban Dina, akhirnya kami segera menuju kantin sekolah. Dina berjalan pincang dan kita membantunya.
Setelah membeli beberapa makanan ringan, kami menuju kelas untuk makan dan bercanda bersama. Karena makan terburu-buru sambil tertawa keras, Lita tersedak, batu-batu sampa tenggorokannya terasa sangat sakit. Aku yang melihatnya, segera memberinya air putih. Ia pun meminum air putih itu. Sementara Caca, memijit bagian leher bawahnya. Dina tidak bisa menolong karena kakinya sakit.
3 menit kemudian, bel masuk berbunyi. Lita sudah baikan, walaupun Dina masih merasakan rasa sakit pada kakinya. Pelajaran setelah istirahat adalah pelajaran Matematika. Bu Min guru berhitung kami. Pelajaran Matematika adalah yang paling aku suka. Tapi banyak teman-temanku yang sangat tidak suka pada pelajaran ini, karena pelajarannya sulit dan bikin pusing. Sebelumnya, bu Min memberi kami PR (Pekerjaan Rumah), mengerjakan Buku Paket halaman 56. Beliau mengingatkan murid-murid untuk segera mengumpulkannya. Semua anak pun mengumpulkan PR nya di meja guru. Tetapi Lita dengan sibuk mencari bukunya. Ia sampai berkeringat.
Melihat Lita kebingungan, Bu Guru menghampirinya. “Lita, ada apa ? Kenapa PR nya belum kamu kumpulkan ? Kamu belum mengerjakan ?”.
Mendengar Bu Min marah-marah, Lita menjawab dengan ketakutan , “Maaf, Bu. Buku saya tertinggal di rumah”.
“Baiklah, karena kamu tidak mengumpulkan PR nya, Ibu harus menghukummu. Kamu berdiri di depan pintu kelas sampai pelajaran selesai.”
Dengan badan gemetaran, Lita segera melaksanakan hukuman Bu Min. Tak biasanya Bu Min marah-marah seperti ini.
Pelajaran Matematika pun selesai. Kini saatnya murid-murid SDN Cemara Kasih pulang. Aku dan ketiga temanku (termasuk Lita juga) keluar kelas, segera pulang menuju rumah masing-masing. Dina masih berjalan sedikit pincang. Seperti biasa, kami selalu bernyanyi dan bercanda bersama saat perjalanan pulang.Kami semua sangat ceria, tetapi Lita terlihat sangat murung sedikit melamun.
Aku yang melihat Lita melamun, segera menyadarkannya , “Hei, melamun saja.”
“Emang ada masalah apa ? Dari bel pulang kok murung terus ?” Dina menyela. “Apa karena tadi, Bu Min marah-marah dan menghukummu ?” Caca menambahi.
“Iya juga. Tapi sebenarnya bukan itu yang aku pikirkan”.
“Lalu, apa masalahnya dong?” Aku penasaran.
“Sebenarnya, yang mengambil uang Rp 2.000,00 Dina tadi aku. Aku mengambilnya saat Dina terjatuh tadi.” Dengan muka bersalah Lita mengakuinya.
Teman-teman dan aku yang mendengar itu, kaget sekali. “Kenapa sih, kamu bisa jahat begini ke Dina. Memang apa salah Dina ?” Caca kecewa.
Sambil menatap Dina, Lita menjawab dengan perasaan sedikit menyesal. “Dina, aku minta maaf ya ! Aku sangat bersalah sama kamu. Tapi kalau kamu tidak mau memaafkanku dan kamu ingin memukulku, aku tidak marah kok.”
Dina sebenarnya juga ingin marah kepada Lita, tapi niatnya tertunda.
“Kenapa kamu tega mengambil uang Dina ?” Aku segera menenangkan suasana.
“Aku mengambil uang Dina, karena ibuku tidak memberiku uang saku. Karena waktu itu aku sangat lapar dan tidak mempunyai uang, aku nekat mengambil uang Dina.”
“Haahhh !” Semua kaget.
“Ohh, hanya itu. Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu tidak punya uang saku? Kan aku bisa meminjamimu.” Jawab Dina tanpa marah sedikitpun.
“Aku tidak ingin merepotkanmu” Lita membalasnya.
“Kalau kamu tidak ingin merepotkan Dina, kenapa kamu mengambil uang miliknya ? itu kan DOSA.” Terang caca.
“Kalau kamu mencuri barang milik orang lain, nanti kamu bisa dihukum sama Tuhan lohh.” kataku memperingatkan Lita.
“Tapi maafkan aku, Dina. Uangmu sudah habis, karena aku membelikannya kue tadi. Besok saja aku menggantinya ya. Kamu tidak keberatan kan ?” Lita berkata kepada Dina.
“Tidak usah Lita. Aku ikhlas kok.” Jawab Dina.
“Lain kali, kalau kamu butuh uang atau apapun, kami akan memberimu.” Terangku.
Akhirnya kami semua pulang ke rumah masing-masing dengan rasa lega.